Seminggu yang lalu, tepatnya hari Sabtu, 15 Oktober 2011, tiba-tiba saja aku mendapati diriku sendiri berada di luar tenda yang didirikan di tengah padang edelweiss bersama 4 orang lainnya: Ka Berry, Ka Taqim, Ka Mamat, Nana. Malam itu purnama, dan sangat sangat sangat cerah. Bintang berserakan di langit yang hitam kelam tersebut. Terlihat sungguh kontras. Tumbuh besar di tengah kota yang terbiasa melihat malam disinari cahaya lampu membuatku ga pernah mengira kalau ternyata bulan dan bintang mampu menyinari malam yang kelam dengan cara yang sangat tidak bisa dijelaskan. Keberadaanya di tengah padang Edelweiss membuat cahayanya terlihat sangat cantik dan sederhana, namun berdaya magis.
Aku bisa mencapai Padang Edelweiss Surya Kencana tersebut melalui pendakian yang cukup melelahkan dan memakan waktu 1 hari. Kami berangkat hari Kamis malam ke Bogor, pendakian ke Gunung Gede dimulai pada hari Jumat, dan turun melalui Gunung Putri hari Minggu. Walaupun ini pendakian pertamaku, aku sangat menikmati setiap langkah yang aku lalui karena, entahlah, aku menyukai diriku sendiri berada di tengah hutan. Bagi sebagian orang, menulis, menyanyi, bermain musik, atau jalan-jalan ke mall adalah bentuk pelarian diri. Tapi buatku, berjalan dikelilingi pohon-pohon di tengah hutan adalah bentuk pelarian yang sesungguhnya. Karena saat itu terjadi, aku sedang benar-benar melarikan diri. Aku jauh dari peradaban, dari orang-orang sekelilingku (either mereka yang menyayangi atau membenciku), dari permasalahanku, dan dari diriku sendiri yang biasa dikenal orang lain :)
Setiap langkah pendakianku adalah perenunganku terhadap diriku sendiri. Ajang yang tepat untuk melihat lebih dalam tentang siapa aku sebenarnya dan untuk apa aku berada di dunia ini. Terdengar berlebihan ? Itu pendapatmu :)
Well, mungkin kamu memang mempunyai ketahanan fisik yang kuat saat melakukan pendakian tersebut. Tapi aku sendiri belajar bahwa modal fisik saja tidak cukup. Kesabaran, kerjasama, dan kemampuan untuk saling memahami satu sama lain adalah poin penting yang aku pelajari.
Sebagai seorang wanita, melakukan pendakian bersama 3 orang pria yang berpengalaman dalam mendaki bukanlah hal mudah. Ada perasaan membebani mereka akibat kekuatan fisik yang jauh berbeda. Ada perasaan tidak berguna saat mereka menunjukkan kepiawaian mereka dalam menyediakan hidangan karena aku sendiri bahkan terlalu lelah untuk mengedipkan mata, apalagi untuk memasak. Ada perasaan merepotkan karena bahkan untuk mencuci peralatan bekas makan saja aku ga sanggup. Aku ga bermaksud membela diri, tapi ini adalah kali pertama aku merasakan diriku sendiri diperlakukan sebagai seorang wanita yang lemah.
Untuk sebagian orang, dianggap lemah adalah hal yang paling menyebalkan. Namun bagiku, ini adalah hal yang istimewa dan romantis yang pernah aku rasakan. Orang-orang mengenalku sebagai sosok yang independen, berani, kuat, dan apapun itu yang intinya adalah satu, tidak butuh pertolongan pria. Aku tidak menyalahkan mereka yang menilaiku seperti itu. Kebetulan saja selama ini aku mampu mengambil peran-peran strategis diantara teman-teman priaku. Tapi kali ini tidak, aku senang sekali saat pada akhirnya ada pria, yang meski hanya 3 orang, mampu melihat sisi lemahku, melihat sisi dari aku yang tidak bisa berbuat apa-apa. Aku senang sekali !
Hm, dilabeli sebagai sosok wanita yang kuat adalah sebuah privilege. Tapi adalah sebuah keistimewaan juga saat kami diperlakukan sebagai wanita yang tetap membutuhkan bantuan pria. Mungkin kami mengaku "tidak apa-apa", tapi itu adalah kebohongan besar karena sebetulnya sesuatu yang buruk sedang kami alami. Aku beruntung karena pada saat pendakian, aku ditemani oleh 3 pria yang begitu memahami kelemahanku dan mau serta mampu memperlakukan aku sebagai seorang wanita yang lemah.
Mungkin mereka tidak merasa demikian. Tapi teh panas yang mereka seduh, indomi rebus yang mereka masak, nasi yang mereka tanak, roti coklat yang mereka buat, kantung tidur terhangat yang mereka pinjamkan, jaket hangat yang mereka relakan untuk aku kenakan, air yang mereka ambil di mata air nun jauh di bawah lembah, bahu untuk bersandar saat lelah, dan tas berat berisi pakaianku yang mereka bawakan adalah hal teristimewa dan teromantis yang pernah aku rasakan. Entahlah, diperlakukan lemah adalah sesuatu yang aku sukai :)
Aku berterima kasih karena ini kali pertama aku merasa lemah tanpa perlu merasa kecil hati. Akupun menyadari bahwa sesungguhnya aku tidak sekuat yang aku kira :)
Anyway, sebetulnya masih banyak pelajaran yang ingin aku bagikan disini. Tapi rasanya tidak adil kalau keromantisan tadi ditimpa oleh cerita-cerita yang sepertinya lebih layak dijadikan catatan kaki saja. Aku hanya akan menambahkan beberapa foto pendakian kemarin.
![]() |
| ka berry - nana - ka mamat - aku - ka taqim |
![]() |
| suddenly i found mysef on the top of Mt. Gede |
![]() |
| me and the gentlemen |
![]() |
| super lelah , tapi para pria sibuk menyiapkan makan :) |
![]() |
| lost in edelweiss |
![]() |
| masak masak :) |
![]() |
| inilah menu mewah kami :) |

































